Sejak awal tahun 1990, geliat pertelevisian di
Hadirnya beberapa stasiun televisi di
Media televisi juga telah memperluas wawasan public dengan sajian acara dialog, debat, talk show, diskusi dan berbagai acara yang informative dan edukatif.
Dan media televise dewasa ini telah menjadi sahabat yang menemani anak-anak dan remaja. Didalam keluarga modern yang orang tuanya sibuk beraktivitas di luar rumah, televisi berperan sebagai penghibur, pendamping, dan bahkan sebagai pengasuh bagi anak-anak mereka. Tapi sayangnya peran vital televisi sebagai media hiburan keluarga tampaknya belum mengimbangi dengan menu tayangan yang bermutu.
Bias dikatakan televise nasional, sampai saat ini belum bias mengakomodasi kebutuhan anak-anak dan remaja yang membutuhkan hiburan sekaligus ilmu pengetahuan. Acara permainan, pentas lagu-lagu anak, kuis dan cerdas cermat untuk para remaja sudah demikian langka.
Minimnya komitmen pendidikan pertelevisian nasional sudah sepatutnya menyadarkan para pengelola pertelevisian, dari sini akan lahir langkah kokret dalam memperbaiki kualitas tayangan televise semakin mendesak dilakukan.
Tujuan diangkatnya tema ini, karena selama ini kita sebagai menikmat televise hanya disuguhi dengan adegan-adegan yang seronok, vulgar, dan kadang membahayakan bagi remaja dan anak-anak.
Masa kanak-kanak, dan remaja adalah masa yang paling penting bagi perkembangan hidup manusia. Sehingga apapun yang diberikan dan diterima pada masa itu sebaiknya merupakan hal yang terbaik. Mulai dari makanan, minuman, tempat tinggal, pendidikan, hingga tontonan yang berkualitas.
Kebanyakan orang tua membiarkan anak-anaknya menonton televise selama berjam-jam, dengan asumsi bahwa mereka terhibur dengan acara yang disuguhkan, tanpa memperhatikan mamfaat dan pengaruhnya terhadap perkembangan jiwa dan mental anak-anaknya.
Dampaknya mungkin tidak akan terlihat, tapi beberapa tahun kemudian anak-anak yang sering nongkrong di depan televise akan mengalami kesulitan konsentrasi. Bahkan ada penelitian yang menyebutkan bahwa apabila anak ,remaja, maupun orang dewasa terlalu sering didepan televise, maka bisa menyebabkan obesitas, atau kelebihan berat badan.
Untuk melihat fenomena kehidupan masyarakat saat ini, yang sepertinya begitu mendewakan acara televise, mereka rela tidak ikut pengajian di majlis taklim, asal sinetron kesayangan mereka tidak terlewati. Mereka marah, saat pemeran utama dari sinetron kesayangannya tersakiti, mereka pun menangis, dan tertawa setiap kali pemutaran sinetron kegemarannya.
Kehadiran televise baru dalam pertelevisian Nasional, maka awak televisi mau tidak mau harus mempertajam tingkat persaingan dalam bisnis ini. Dan sebagai konsekwensinya pihak televisi harus memilih strategi tepat dalam menggaet segmen pemirsa.dalam iklim kompetisi inilah banyak stasiun televisi yang menggambil jalan pintas, antara lain dengan eksploitasi anak, dan remaja secara berlebihan.
Dan ekploitasi itu dapat di indikasikan menjadi 4 hal:
1. judul sinetron yang disajikan sering kali bertemakan vulgarisme, menantang dan mengandung unsure pornografi;
2. Pemain sinteron biasanya diambil dari remaja belia atau biasa disebut dengan sebutan ABG, bahkan sebagian masih berusia anak-anak;
3. Jenis peran yang dimainkan oleh para artis remaja sering kali bertabrakan dengan norma pergaulan masyarakat dan belum sesuai dengan tingkat perkembangan psikologinya;
4. banyaknya alur cerita sinetron remaja yang mengambil setting anak-anak lengkap dengan seragamnya, lokasi sekolah, aneka pergaulan didalam dan luar kelas;
Praktik eksploitasi anak dan remaja sangat perlu di di hindari, pasalnya tayangan tersebut yang vulgar dan menampilkan unsure pornografi, dalam jangka panjang akan mengotori jiwa dan pikiran anak dan remaja, yang masih berada didalam tahap bimbingan dan keteladanan.
Dan keadaan ini akan semakin parah jika orang tua sendiri tidak mampu memberi keteladanan kepada anak-anaknya, dan hal ini bisa membuat anak-anak mencari tokoh teladan dari tempat lain, termasuk sinetron yang ia tonton. Sehingga saat anak dan remaja menonton sebuah sinetron, mereka akan mengalami proses internalisasi (pengendapan) dan meresapi kesan-kesan, citra yang terkandung dalam alur cerita tersebut.
Sebuah penelitian American Psychological Association (APA) pada tahun 1995, ‘bahwa tayangan yang bermutu akan mempengaruhi seseorang untuk berlaku baik, dan tayangan yang kurang bermutu akan mendorong seseorang untuk belaku buruk’ . bahkan penetilian ini menyimpulkan bahwa hampir semua perilaku buruk yang dilakukan seseorang adalah pelajaran yang mereka terima sejak kecil.
Dampak lain dari anak atau remaja yang keranjingan sinetron adalah mereka akan merasa ketergantungan dengan televise, mereka akan malas melakukan untuk melakukan kegiatan lain selain menonton televise. Mereka akan cenderung meniru apa yang mereka lihat di tayangan televise atau sering dikatakan para psikolog ‘what they see is what they do’ (apa yang mereka lihat adalah apa yang mereka kerjakan.
Contoh kasus. Seorang ibu di
Tentu hal ini merupakan kejadian nyata dan sangat memilukan, kurangnya perhatian orang tua terhadap tayangan yang di tonton anaknya, hingga kejadian ini bisa terjadi. Sebaiknya orang tua mendampingi anaknya ketika sedang menonton televise, dengan begitu orang tua bisa memberikan pengertian dan pemahaman secara langsung tertang acara televise tersebut.
Keberadaan televisi bisa dikatakan sedikit banyak merubah kehidupan seseorang, tak terkecuali seorang anak dan remaja:
1. Menumbuhkan keingin tahuan untuk memperoleh pengetahuan;
2. Mempengaruhi pada cara bicara, (seorang anak dan remaja akan meniru apa yang di ucapkan orang ditelevisi, dan cara mengucapkannya);
3. Pengaruh pada penambahan kosakata;
4. Televisi berpengaruh pada bentuk permainan;
5. Televisi bisa memberikan berbagai pengetahuan yang tidak dapat diperoleh dari lingkungan sekitar atau orang lain;
Sayangnya pentingnya mamfaat dari tontonan televisi tidak diikuti dengan tayangan yang bermutu. Program-program acara yang dihadirkan lebih banyak mengumbar unsur pornografi, vulgarisme, hedonisme, hingga kekerasan.
Sinetron yang sekarang ini merajai hampir seluruh stasiun televise swasta lebih banyak menghadirkan kehidupan mewah, yang sangat jarang ditemui di dalam kehidupan nyata. Sinetron juga lebih cenderung mengarah pada tayangan yang berbau kekerasan (sadisme), pornografi, mistik, dan kemewahan (hedonisme). Tayangan-tayangan tersebut terus berlomba demi rating tanpa memperhatikan dampak bagi pemirsa. Kegelisahan tersebut semakin bertambah karena tayangan-tayangan tersebut dengan mudah bisa di konsumsi oleh anak-anak.
Persoalan
Di sebuah Koran terbitan ibu
Di Koran itu juga di bahas bagaimana seorang artis sinetron yang berperan sebagai anak SMU, yang tidak sama sekali mencerminkan sebagai seorang anak SMU.
Seorang anak SMU notabene harus memakai rok sopan, dan tidak mini apalagi diatas lutut, tapi sangat di waijibkan untuk memakai rok 5 centi di bawah lutut, tidak boleh bermake up tebal, apalagi berambut gondrong untuk para siswanya.
Sedangkan disinetron-sinetron yang saat ini sedang tayang biasanya, para sisiwinya memakai rok mini 10-15 cm di atas lutut, memakai baju ketat, rambut berwarna, make up tebal, dan tidak dilarang memakai perhiasan berlebihan. Dan bagi para siswanya, rambut gondrong berwarna dengan
Di Koran tersebut juga ada wawancara dengan beberapa remaja dengan berbagai latar belakang, dan rata-rata mereka sama meringisnya melihat fenomena yang terjadi belakangan ini di sinetron-sinetron Indonesia, ada kemungkinan hal ini bisa menyebabkan gaya hidup hedonisme dengan menghalalkan banyak cara, dan sudah banyak di beritakan di televise, surat kabar, majalah dan lain sebagainya.
Menurut saya pribadi sinetron
Adapun beberapa contoh negative yang bisa kita dapatkan dari menjamurnya sinetron di dunia pertelevisian
v
v Tidak hormat kepada orang tua/kurang ajar/berani membentak orang tua;
v Sifat materialistis
v Emosi yang meledak-ledak
Yayasan Kesejahteraan Kesejahteraan Anak dan Remaja Indonesia (YKARI), misalnya, mencatat rata-rata anak dan remaja usia sekolah menonton televise antara 30 hingga 35 jam setiap minggunya. Artinya pada hari-hari sekolah mereka menonton televise lebih dari 4 jam. Ini artinya anak-anak dan remaja lebih meluangkan banyak waktunya di depan televise di bandingkan belajar, kecuali untuk tidur. (berbagai sumber)
Hal ini dikhawatirkan akan membuat anak-anak dan remaja meniru sikap, tingkah laku,
Yang paling utama saat ini, adalah peranan orang tua untuk bisa mengontrol tayangan yang di tonton oleh anak-anaknya. Orang tua perlu mendampingi anak-anaknya saat nonton, memberikan pemahaman, tentang suatu tayangan sinetron yang sedang disaksikan, juga untuk membangun sarana komunikasi dengan anak, dan hal ini juga bisa mengurangi dampak negative dari tayangan sinetron bagi anak dan remaja. Karena kebiasaan mengkonsumsi televise secara sehat harus dimulai sejak usia dini.
- sinetron melumpuhkan kita dalam berpikir kritis
Sinetron memiliki gejala-gejala yang sangat membahayakan, karena akan menjadikan otak pasif, melumpuhkan kemampuan berpikir kritis, dan merusak kecerdasan otak sebelah kanan. Tapi bahaya yang paling besar adalah sinetron bisa mengalihkan orang dari membaca.
Padahal dengan membaca neurologis sangat menguntungkan otak. Padahal tanpa kita tahu banyak bacaan yang lebih memperkaya secara intelektual kita, dari pada sebuah sinetron yang isinya itu-itu saja.
- <;b style="">Merebaknya fatamorgana kebebasan
Sinetron telah semakin melebarkan jurang pemisah antara kehidupan dunia dan akhirat. Dan hal ini telah menjadikan belenggu ikatan dengan sinetron lebih sulit diputuskan dengan belenggu ikatan ibadah. Dan hal ini menyebabkan salah kaprah tentang arti dari sebuah kebebasan.
- Menjadi benih kekerasan
Perkelahian yang di lakukan di sinetron adalah perkelahian yang direkayasa, tapi yang tampil di layer demikian realistis. Dan masalah muncul dari sini, karena perkelahian yang anak-anak atau remaja tonton disinetron menimbulkan rangsangan agresivitas, terutama bagi anak-anak dan remaja, yang belum kritis menggunakan media.
- Globalisasi pornoaksi
Ini adalah merupakan hokum di negeri ini memang susah betul ditegakkan, sinetron dan televise yang menayangkan adegan porno, yang bisa berakibat kepada masyarakat, tapi mereka hanya meminta maaf dan tidak ada tindak lanjut secara hokum.
Hal ini menakutkan, sebenarnya kepada siapa masyarakat harus melindungi dirinya dari tindakan pornografi?
- Melemahkan perkembangan kognitif anak dan remaja
Televise sebagai baby sitter tampaknya tidak masalah. Namun berbagai penelitian menyebutkan fakta, bahwa ‘meletakan anak’ usia dini di depan televise berbahaya baik fisik, maupun psikis. Apalagi dalam waktu yang panjang. Karena hal ini akan mengakibatkan proses wiring penyambungan antara sel-sel syaraf otak menjadi tidak sempurna. Karena sinetron tidak mengugah anak untuk berpikir.
- Mesin penggerak Identifikasi remaja
Sinetron menyodorkan berbagai cara untuk menciptakan ketergantungan pada remaja. Hal ini menyebabkan remaja menjadi pribadi yang lentur, tidak mempunyai pengalaman empiric untuk menempati empati social. Demikian pula dalam proses idealis, sinetron bisa menjadi pelaku atau sekedar agen perantara bagi munculnya konsep tertentu. Antara lain, perempuan yang cantik adalah perempuan yang berkulit putih, berambut panjang, lurus, hingga pemutih buatan menjadi sesuatu barang yang laku di buru remaja putri.
- Menghapus jati diri seorang ibu
Dalam konsep keluarga di
Tapi disi lain kehadiran televise Indonesia, membawa masyarakat kepada sesuatu yang membahayakan, kehadiran acara-acara yang dulunya di tayangkan untuk hiburan, saat ini ditayangkan untuk menaikan rating, minat pemirsa, tanpa melihat sisi negatifnya dari tayangan yang telah mereka tayangkan.
Kehadiran sinetron “Keluarga Cemara” mungkin bisa menjadi contoh yang baik dari sebuah kesederhanaan. Tapi sekarang ini, sinetron jenis ini sudah punah dimakan globalisasi sinetron jiplakan dari negeri orang.
Kemewahan telah menjadi
Bahaya lain yang membuat sinetron